~Puncak Tertinggi dalam Beragama Adalah Pasrah Total Kepada Allah swt !~
– Inti dari beragama adalah pasrah dan berserah diri kepada Allah swt dalam semua hal.
Pasrah dengan apa yang telah diatur oleh Allah..
Pasrah dengan apa yang telah ditentukan oleh-Nya..
Pasrah dengan rezeki yang telah dibagi..
Pasrah dengan sesuatu yang diambil dari kita..
Dan pasrah serta menerima syariat dengan semua konsekuensi yang telah ditentukan oleh Allah swt..
Kepasrahan itu dimulai dari hati dan pola pikir kita, kemudian diwujudkan dalam sikap sehari-hari.
Seringkali kita merasakan bahwa sesuatu yang sedang menimpa kita itu buruk dan tidak indah. Namun ketika kita telah meyakini bahwa semua ketentuan Allah itu baik, maka kita akan berpasrah mutlak dan menerima semua ketentuan-Nya.
Disaat kita meyakini bahwa dibalik semua kesedihan, tangisan dan cobaan pasti ada hikmah besar, maka kita akan lebih mudah berserah diri kepadah-Nya.
Arti “Islam” memiliki dua sisi arti :
Yang pertama adalah Islam dalam arti kumpulan syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
Yang kedua adalah mengkondisikan diri untuk pasrah dan berserah mutlak terhadap semua yang telah ditentukan Allah swt dalam kehidupannya.
Syariat adalah jalan untuk meraih kepasrahan yang sesungguhnya. Dengan konsisten menjalankan syariat, maka seseorang akan dibimbing untuk berpasrah diri kepada Allah swt.
Oleh karena itu wasiat yang selalu disampaikan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS.Ali ‘Imran:102)
Untuk mengenal ketentuan Allah adalah hal yang mudah, namun hal yang paling sulit adalah menerimanya. Butuh keyakinan yang kuat dalam hati kita bahwa :
Allah swt adalah Maha Penyayang, sehingga tak ada sesuatu yang menimpa kita kecuali yang terbaik.
Allah Maha Pengasih, sehingga tidak ada satupun syariat yang ditentukan kecuali untuk kebaikan hamba-Nya.
*Allah Maha Adil, sehingga tidak ada sesuatu yang harus kita hadapi kecuali semua berdasarkan keadilan dan kemaslahatan dari-Nya.
Apabila keyakinan semacam ini telah menancap kuat di hati, maka kita akan mampu pasrah dan menerima semua ketentuan-Nya.
Bukankah Allah swt berfirman kepada Nabi Ibrahim as,
إِذۡ قَالَ لَهُۥ رَبُّهُۥٓ أَسۡلِمۡۖ قَالَ أَسۡلَمۡتُ لِرَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
(Ingatlah) ketika Tuhan berfirman kepadanya, “Berserah dirilah!”
Dia menjawab, “Aku berserah diri kepada Tuhan seluruh alam.” (QS.Al-Baqarah:131)
Puncak dari agama ini adalah berpasrah diri. Karena iman seseorang belum dianggap sempurna sebelum ia menerima ketentuan Allah tanpa ada rasa terpaksa.
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤۡمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيۡنَهُمۡ ثُمَّ لَا يَجِدُواْ فِيٓ أَنفُسِهِمۡ حَرَجٗا مِّمَّا قَضَيۡتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسۡلِيمٗا
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS.An-Nisa’:65)
Semoga bermanfaat
*Ridho Haydar*
– Inti dari beragama adalah pasrah dan berserah diri kepada Allah swt dalam semua hal.
Pasrah dengan apa yang telah diatur oleh Allah..
Pasrah dengan apa yang telah ditentukan oleh-Nya..
Pasrah dengan rezeki yang telah dibagi..
Pasrah dengan sesuatu yang diambil dari kita..
Dan pasrah serta menerima syariat dengan semua konsekuensi yang telah ditentukan oleh Allah swt..
Kepasrahan itu dimulai dari hati dan pola pikir kita, kemudian diwujudkan dalam sikap sehari-hari.
Seringkali kita merasakan bahwa sesuatu yang sedang menimpa kita itu buruk dan tidak indah. Namun ketika kita telah meyakini bahwa semua ketentuan Allah itu baik, maka kita akan berpasrah mutlak dan menerima semua ketentuan-Nya.
Disaat kita meyakini bahwa dibalik semua kesedihan, tangisan dan cobaan pasti ada hikmah besar, maka kita akan lebih mudah berserah diri kepadah-Nya.
Arti “Islam” memiliki dua sisi arti :
Yang pertama adalah Islam dalam arti kumpulan syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
Yang kedua adalah mengkondisikan diri untuk pasrah dan berserah mutlak terhadap semua yang telah ditentukan Allah swt dalam kehidupannya.
Syariat adalah jalan untuk meraih kepasrahan yang sesungguhnya. Dengan konsisten menjalankan syariat, maka seseorang akan dibimbing untuk berpasrah diri kepada Allah swt.
Oleh karena itu wasiat yang selalu disampaikan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS.Ali ‘Imran:102)
Untuk mengenal ketentuan Allah adalah hal yang mudah, namun hal yang paling sulit adalah menerimanya. Butuh keyakinan yang kuat dalam hati kita bahwa :
Allah swt adalah Maha Penyayang, sehingga tak ada sesuatu yang menimpa kita kecuali yang terbaik.
Allah Maha Pengasih, sehingga tidak ada satupun syariat yang ditentukan kecuali untuk kebaikan hamba-Nya.
*Allah Maha Adil, sehingga tidak ada sesuatu yang harus kita hadapi kecuali semua berdasarkan keadilan dan kemaslahatan dari-Nya.
Apabila keyakinan semacam ini telah menancap kuat di hati, maka kita akan mampu pasrah dan menerima semua ketentuan-Nya.
Bukankah Allah swt berfirman kepada Nabi Ibrahim as,
إِذۡ قَالَ لَهُۥ رَبُّهُۥٓ أَسۡلِمۡۖ قَالَ أَسۡلَمۡتُ لِرَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
(Ingatlah) ketika Tuhan berfirman kepadanya, “Berserah dirilah!”
Dia menjawab, “Aku berserah diri kepada Tuhan seluruh alam.” (QS.Al-Baqarah:131)
Puncak dari agama ini adalah berpasrah diri. Karena iman seseorang belum dianggap sempurna sebelum ia menerima ketentuan Allah tanpa ada rasa terpaksa.
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤۡمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيۡنَهُمۡ ثُمَّ لَا يَجِدُواْ فِيٓ أَنفُسِهِمۡ حَرَجٗا مِّمَّا قَضَيۡتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسۡلِيمٗا
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS.An-Nisa’:65)
Semoga bermanfaat
*Ridho Haydar*
Post a Comment
Post a Comment