Artikel ini diambil dari novel Emha Ainun Najib SECANGKIR KOPI JON PAKIR.
Yang mrmbahas tentang prestasi kesrbelasan PSSI A melawa kesebelasan profesional kelas satu belanda, PSV Eindhoven yang berhasi menahan imbang.
Gila. Kok bisa ya? Padahal kalah segala potensinya. Kelas kualitaspun tak jauh di bawah. Ladahal moral sepak nola kita sedang ambruk, melawan kesebelasan "kecamatan brunai" saja tak yakin bisa menang.
Tapi bincang" kami di gardu, di warung dan dimana" cuma sebatas kekaguman ditambah seberobak analisis yanh subyektif. Tak dengar ada evaluasi yang mendasar, yang bisa menjelaskan secara tepat kenapa bisa begitu hasil pertandingan. Tapi ternyata koran korang, para ahli sepak bola, juga tidak terdengar mengemukakan penilaian mendasar seperti itu.
Dulu kita kalah dari singapura dan jepa g tanpa tahu persis kenapa. Lantas kini kita "menang" juga tak tahu persis kenapa. Demikian juga yang dulu duku. Kritik sepak bola kita selalu hanya penggalan penggalan dan tidak menukik. Jadi, kapan lagi nanti, kalau PSSK A ternyata lantas kalah melawan kesrbelasan yang kelas nya jauh di bawah PSV Eindhoven, kita tak tahu juga apa sebabnya...
Oleh karena itu, saya dan bapak, waktu kembali ngumpul di rumah, nerasa memperoleh pelajaran. Soal rpak bola, biarlah pakar sepak bola yang mengurusnya. Sekarang yang penting saya dan srluruh warga bapak saya mesti belajar tahu: siapa kami ini? Apa yang kami kerjakan? Kenapa mandek? Kenapa mundur? Bagai mana bisa maju? Ibarat tim sepak bola, keluarga jon pakur senior meusti nerumuskan mau pakai formasi 4-3-3 atau 4-4-2 atau 4-5-1 keterampilan individu apa yang musti dikembangkan, mau pakai prwssure football, total football, atau devensif football....
Dan alahamdulillah tampaknya bapak saya, sedang memulai suatu sepak bola masa kini yang baruu..
Yang mrmbahas tentang prestasi kesrbelasan PSSI A melawa kesebelasan profesional kelas satu belanda, PSV Eindhoven yang berhasi menahan imbang.
Gila. Kok bisa ya? Padahal kalah segala potensinya. Kelas kualitaspun tak jauh di bawah. Ladahal moral sepak nola kita sedang ambruk, melawan kesebelasan "kecamatan brunai" saja tak yakin bisa menang.
Tapi bincang" kami di gardu, di warung dan dimana" cuma sebatas kekaguman ditambah seberobak analisis yanh subyektif. Tak dengar ada evaluasi yang mendasar, yang bisa menjelaskan secara tepat kenapa bisa begitu hasil pertandingan. Tapi ternyata koran korang, para ahli sepak bola, juga tidak terdengar mengemukakan penilaian mendasar seperti itu.
Dulu kita kalah dari singapura dan jepa g tanpa tahu persis kenapa. Lantas kini kita "menang" juga tak tahu persis kenapa. Demikian juga yang dulu duku. Kritik sepak bola kita selalu hanya penggalan penggalan dan tidak menukik. Jadi, kapan lagi nanti, kalau PSSK A ternyata lantas kalah melawan kesrbelasan yang kelas nya jauh di bawah PSV Eindhoven, kita tak tahu juga apa sebabnya...
Oleh karena itu, saya dan bapak, waktu kembali ngumpul di rumah, nerasa memperoleh pelajaran. Soal rpak bola, biarlah pakar sepak bola yang mengurusnya. Sekarang yang penting saya dan srluruh warga bapak saya mesti belajar tahu: siapa kami ini? Apa yang kami kerjakan? Kenapa mandek? Kenapa mundur? Bagai mana bisa maju? Ibarat tim sepak bola, keluarga jon pakur senior meusti nerumuskan mau pakai formasi 4-3-3 atau 4-4-2 atau 4-5-1 keterampilan individu apa yang musti dikembangkan, mau pakai prwssure football, total football, atau devensif football....
Dan alahamdulillah tampaknya bapak saya, sedang memulai suatu sepak bola masa kini yang baruu..
Post a Comment
Post a Comment